Sabtu, 23 Juni 2007

PBHI: RCTI dan MNC Penindas

[Media Care] - Kuasa hukum dari Serikat Pekerja ISKA-RCTI, PBHI (Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia) mengimbau calon investor dan masyarakat umum jangan terpancing untuk membeli saham yang akan ditawarkan kepada publik melalui holdingnya MNC. Ini karena belum tuntasnya perkara para karyawan RCTI yang dirumahkan sejak 8 tahun lalu oleh management RCTI.

Perkara karyawan tersebut telah dimenangkan Mahkamah Agung, namun Dirut RCTI Harry Tanoesoedibjo terang-terangan menolak putusan MA dengan memaksakan penyelesaian versinya sendiri. Kasusnya tahun 1999 RCTI mem-phk massal hampir 30 persen karyawannya, kurang lebih 200 karyawan dirumahkan. Keputusan ini langsung ditolak Serikat Pekerja ISKA-RCTI karena Stasiun RCTI dalam keadaan sehat dan terbukti tetap nomor satu, walau sampai Rabu lalu (20/6) anjlok ke peringkat tiga walau untuk 8 kota besar masih nomor dua di bawah SCTV.

Karena PHK Massal ini, karyawan memperkarakan masalah ini ke pengadilan ketenaga kerjaan Jakarta Barat berlanjut ke PT-TUN hingga Mahkamah Agung. Pada tahun
2003, MA memenangkan Karyawan yang masih bertahan 7 orang. Namun putusan MA tersebut tak bisa dieksekusi. Management RCTI menolak eksekusi pejabat Depnaker dan
bersikeras dengan kemauannya sendiri dalam perhitungan kompensasi. Putusan direkayasa dan diintepretasikan seolah-olah karyawan RCTI memilih pengunduran diri.

Pimpinan RCTI Harry Tanoesoedibyo juga selalu menolak panggilan pejabat Depnaker
termasuk upaya mediasi oleh Komisi IX DPR, juga gagal karena tak sanggup menghadirkan Pimpinan RCTI. Delapan tahun perkara ini menggantung tanpa ada penyelesaian yang tuntas dari pihak RCTI.

Mendadak pada 21 Juni 2007 karyawan dan PBHI dipanggil Hubungan Indistrial Depnaker Pusat yang mempertemukan management RCTI dan perwakilan 7 karyawan RCTI yang
dirumahkan dengan management RCTI tanpa hadirnya Harry Tanoesoedibjo. Para karyawan disodori rumusan kompensasi uang 1 milyar oleh Direktur keuangan RCTI Beti Santosa, Namun ditolak tegas para karyawan karena kasusnya sama seperti 8 tahun lalu. Lagi pula banyak hal tak jelas dalam pertemuan dengan karyawan tersebut. Pertemuan dipimpin Sugandi dari Depnaker yang mengaku bukan mediator. Karena buntu RCTI akan
menitipkan uang satu miliar tersebut kepada Depnaker.

Perlu diingat calon investor bahwa penjualan saham perdana MNC di salah satu mal di kemayoran itu adalah kebohongan terhadap publik. Karena tak ada yang antri beli, diminta antri oleh adik ipar Harry Tanoesoedibyo namanya David yang bisa memerintah manager peliputan RCTI untuk mendatangkan tim Liputan ke mal tersebut. Berita rekayasa tersebut tayang di Seputar Indonesia. Terkesan independensi berita RCTI bisa
diatur adik ipar Harry Tanoesodibjo.

Hary Tanoe Bantah Tuduhan Koalisi Semarak

[Kompas] - Direktur Utama (Dirut) Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) merangkap Dirut Media Nusantara Citra (MNC), membantah tuduhan Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Johnson Panjaitan, kuasa hukum Koalisi Semarak (Solidaritas Masyarakat untuk Karyawan) RCTI, bahwa dirinya berstatus tersangka dalam kasus perburuhan di RCTI.

"Pendek saja ya? Kasus itu terjadi tahun 1999. Saya baru menjadi Dirut RCTI tahun 2003 Sudah, itu saja," ucapnya ketika dihubungi lewat telepon selularnya, Jumat (22/6) malam.

Dalam penjelasannya kepada pers di Polda Metro Jaya, Panjaitan mengatakan, puluhan anggota Koalisi Semarak, Jumat pukul 11.00 berunjuk rasa di depan gedung Bursa Efek Jakarta (BEJ) karena menolak peluncuran perdana saham MNC. Mereka menolak karena Harry Tanoe masih dinyatakan tersangka oleh Mabes Polri dan Departemen Tenaga Kerja sejak 2006.

Status tersangka itu dikenakan setelah Harry Tanoe membangkang tidak mempekerjakan kembali tujuh orang karyawannya, sesuai keputusan Mahkamah Agung (MA). Dalam putusannya, MA menyatakan, ketujuh karyawan RCTI tersebut tidak bersalah.

Kronologi Kekerasan SGA (Security Group Artha) terhadap Aksi SOLIDARITAS MASYARAKAT UNTUK KARYAWAN (SEMARAK) RCTI dan Pengeroyokan Ketua Badan Penguru

[Infid] - Kasus ini berawal dari pemutusan hubungan kerja oleh pihak RCTI pada tahun 1999 kepada 25o orang karyawan RCTI (Sonni Ginting, Dkk), yang kemudian bersama PBHI melakukan perjuangan legal untuk membela hak-hak legal para pekerja ini. Dalam proses-proses persidangan Abdul Hakim Garuda Nusantara (Ketua Komnas HAM) adalah kuasa hukum RCTI.


Putusan MA No. 425 K/TUN/2000 Jo putusan P4P No. 628/1210/311-8/IX/PHK/04-2003,pada inti amar putusannya menyatakan menolak permohonan ijin pengusaha RCTI untuk melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap saudara Sonni Ginting, Dkk dan mewajibkannya untuk menerima kembali para pekerja untuk bekerja seperti semula.


Namun hingga saat ini RCTI tidak mematuhi putusan MA untuk mempekerjakan kembali kaum pekerja yang diPHK secara tidak sah ini dan membayar hak-hak mereka selama 8 tahun sesuai dengan Pasal 155 (2) dan Pasal 170 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan serta surat Dari Dirjen Tenaga Kerja Republik Indonesia.

Akibatnya, Direktur RCTI Hary Tanoesoedijo yang juga merupakan Direktur Utama MNC saat ini telah ditetapkan sebagai tersangka dan berkas perkarannya saat ini ada di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.

Bahwa sesuai dengan prinsip transparansi (keterbukaan) dan akuntabilitas dalam pasar modal sesuai dengan Pasal 5 ayat (n) Jo Pasal 83 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal,yang menyatakan bahwa,“melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencegah kerugian masyarakat sebagai akibat pelanggaran atas ketentuan di bidang Pasar Modal”, maka segala hal yang menyangkut masalah fakta materil perusahaan yang berpengaruh terhadap masayarakat (calon investor) harus di cantumkan dalam prosepektus sebagai pertimbangan bagi investor. Tetapi yang di munculkan di prospektus dalam Koran Seputar Indonesia tertanggal 14 Juni 2007 adalah hal-hal yang manis-manisnya saja sementara kebobrokan dan permasalahan hukum yang telah berjalan 8 tahun tidak dimunculkan.

Berdasarkan hal tersebut di atas,PT. MNC telah melanggar prinsip keterbukaan dalam Undang-Undang Pasar Modal dengan cara melakukan KEBOHONGAN PUBLIK dalam prospektus. Untuk itu menjadi penting bagi PBHI dan para pekerja RCTI yang diPHK meminta supaya masyarakat (calon investor) tidak membeli efek perusahaan yang telah melecehkan hukum dan hak asasi buruh dan menuntut supaya Bapepam membatalkan penjualan saham PT. MNC serta perusahaan yang bersangkutan didelisting di bursa efek atau paling tidak disuspend untuk sementara sampai yang bersangkutan menjalankan kewajiban hukumnya membayarkan hak-hak buruh.

21 Juni 2007, sekitar pukul 10 WIB, setelah mendengar rencana go public RCTI, PBHI bersama ISKA (Ikatan Solidaritas Karyawan) RCTI berniat melakukan aksi dan konferensi pers dan mengajak beberapa organisasi buruh, petani dan mahasiswa untuk turut bersolidaritas.

21 Juni 2007, pukul 15.30 dilangsungkan rapat teklap (teknis lapangan) dilanjutkan mengirim surat pemberitahuan kepada Kepala Polisi Daerah Metro Jaya dengan Nomor surat : 178/eks/litham-PBHI/V/07 PBHI, yang intinya memberitahukan bahwa Semarak (Solidaritas Masyarakat untuk Karyawan) RCTI akanmelakukan aksi damai di Gedung BEJ Jalan Jend. Sudirman Kav. 52-53 Jakarta Selatan 12190 pada hari Jum`at 22 Juni 2007pukul 09.00 sampai selesai. Tujuan dari dilakukan aksi damai di depan gedung BEJ adalah untuk melindungi marasyarakat (calon investor) dari kebohongan-kebohongan pihak PT. MNC dalam Prospektusnya yang dimuat dalam Koran Seputar Indonesia tanggal 14 Juni 2007

Jumat 22 Juni 2007 Pukul 10.30 massa aksi SEMARAK RCTI dengan mengendari dua bis metro mini dan beberapa sepeda motor tiba di depan gedung BEJ dan langsung membentangkan spanduk disertai dengan orasi-orasi pembukaan. Pihak keamanan dari SGA mencoba untuk menghalang-halangi aksi massa tersebut dengan mengarahkan ke belakang Gedung BEJ. Tetapi massa aksi tetap malaksanakan orasi dan teatrikal di depan Gerbang Gedung BEJ. Dilanjutkan dengan dukungan orasi dari FPPI (Front Perjuangan Pemuda Indonesia), KAM LAKSI 31 (Kesatuan Aksi Mahasiswa Laksi 31), ABM (Aliansi Buruh Mengguggat), dan lain-lain

Pukul 10.40 terjadi kesepakan antara massa aksi dengan aparat keamanan dari SGA bahwa aksi massa akan berlangsung sejam

Pukul 10.50 tiba-tiba terjadi ketegangan kembali dengan pihak SGA dan seorang berpakian preman yang mengaku dari POLDA METRO JAYA yang meminta pimpinan massa aksi untuk menunjukkan surat pemberitahuan aksi massa tersebut ke Polda dan meminta kepada massa aksi untuk berpindah ke belakang Gedung BEJ. Perwakilan massa aksi kemudian memperlihatkan surat pemberitahuan kepada Kapolda Metro Jaya bernomor: 178/eks/litham-PBHI/V/07 PBHI dan kembali mengingatkan bahwa kesepakatan pertama aksi berakhir pada pukul 11.30 kepada seorang polisi dan SGA

Pukul 11.25 tiba-tiba seseorang yang mengaku dari POLDA METRO JAYA bernama yang berpakaian safari berinisial WN berteriak-teriak; “kalian bubar atau kami yang bubarkan”, kemudian disambut oleh aparat keamanan dari SGA dengan berkata “Ayo kita bubarkan”.

SGA berlari sambil menendang, memukul, memaki (berteriak anjing!) dan menghancurkan perlengkapan teatrikal yang berupa kerangkeng. Mereka juga menendang serta menginjak-injak pemain teatrikal yang bernama Ardi (22 thn anggota KAM-LAKSI 31). Setelah itu, petugas keamanan dari SGA merangsek dan mengejar massa aksi. Sembari membawa kayu, aparat SGA mengejar massa aksi, dan selanjutnya memukul metromini peserta aksi hingga pecah kacanya. Akibat kebrutalan aparat keamanan dari SGA tersebut sejumlah massa aksi mengalami luka-luka, antara lain: Rahmat Pasau (30 thn Ketua Pimnas Front Perjuang Pemuda Indonesia/FPPI) ditendang dari belakang, Ismail (18 thn anggota Barisan Penumbang) ditendang, Lisan (16 thn anggota Barisan Penumbang) ditendang tangannya, Jamal (20 thn anggota Barisan Penumbang) ditendang dadanya. Johnson Panjaitan (Ketua PBHI) yang saat itu sedang diwawancarai di belakang barisan, kaget dan menanyakan baik-baik pada aparat. Namun, para petugas keamanan SGA langsung mengerubuti Johnson dengan didorong-dorong, memukul dan mencakar.

Selain massa aksi, beberapa wartawan juga turut merasakan kebringasan aparat. Cameraman dari Indosiar dan SCTV pun sempat marah karena ikut didorong-dorong aparat SGA saat melakukan wawancara.

Begitu serangan usai, para penyerang menghilang dengan mobil Kuda bertuliskan SGA, yang tersisa adalah seorang polisi bernama Jatari dan penanggungjawab keamanan BEJ bernama Vence Kodongan, ketika diprotes oleh Johnson, kedua petugas keamanan tersebut menyatakan tidak mengetahui kejadian tersebut.

Pukul 14. 00, Johnson Panjaitan berangkat ke Polda Metro Jaya untuk melaporkan kekerasan ini dan korban luka dibawa ke rumah sakit untuk diobati dan divisum. Pesan solidaritas untuk perjuangan ini dan pengutukan kekerasan SGA mulai berdatangan dari KPA (Konsorsium Pembaruan Agraria), FSPI (Federasi Serikat Petani Indonesia), KAU (Koalisi Anti Utang), KONTRAS (Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan), dan lain-lain.

PBHI mengutuk kekerasan ini, karena tidak saja pelanggaran hukum atas aksi damai yang sesuai prosedur hukum, juga karena penyerangan terhadap Human Rights Defender (Pembela HAM), yang memprihatinkan padahal Pelapor Khusus Para Pembela HAM PBB, Hina Jilani baru saja berkunjung ke Indonesia dan prihatin atas situasi Para Pembela HAM Indonesia yang penuh represi.

PBHI menyerukan kepada kaum buruh/pekerja Indonesia untuk memberikan dukungan terhadap para pekerja RCTI yang diPHK dan terus bersatu menuntut perubahan situasi perburuhan Indonesia menjadi baik.

Jakarta, 22 Juni 2007

Ridwan Darmawan

Staf Divisi Kajian dan Kampanye PBHI/

Koordinator Umum Aksi SEMARAK RCTI

Info Lebih Lanjut Hubungi

Johnson Panjaitan Ketua Badan Pengurus PBHI/Koordinator Tim Kuasa Hukum Ikatan Solidaritas Karyawan RCTI (Hp 081387666041)

Kantor Pusat PBHI

Perkantoran Mitra Matraman A2/18

Jl. Matraman Raya 148

Jakarta Timur 13150

Tel. (021)859 18064

Fax. (021)859 18065

Email: pbhi@cbn.net.id

Web: http//www.pbhi.or.id

Jumat, 22 Juni 2007

Hary Tanoe Didemo Mantan Karyawan RCTI

[Tempo Interaktif] - Sebanyak tigu puluhan mantan karyawan stasiun televisi RCTI siang ini melakukan aksi demo di depan gedung Bursa Efek Jakarta. Mereka menuntut untuk bertemu dengan Direktur Utama RCTI Harry Tanoesoedibjo yang sedang menghadiri acara listing perdana PT Media Nusantara Citra Tbk. di lantai bursa. Namun, keinginan itu kandas terpenuhi.

Tak pupus harapan, pendemo lantas menggelar aksi di depan pelataran halte BEJ. Papan nisan bertuliskan RCTI dengan cat merah darah diacungkan pendemo ke atas kepala. Mereka juga menampilkan beberapa aksi yang mempertontonkan kekejaman RCTI mengebiri hak-hak karyawannya.

"RCTI punya masalah secara hukum dan lalai dalam melaksanakan putusan Mahkamah Agung. Apalagi dia jadi tersangka," ujar Koordinator Aksi Johnson Panjaitan, selaku kuasa hukum Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indoneisa (PBHI).

Pendemo menuntut agar RCTI mempekerjakan kembali sekitar 155 mantan karyawan yang diputus hubungan kerja pada 1999. Ketika, papar Johnson, RCTI mem-PHK 30 persen atau 200-an karyawan. Keputusan itu ditolak serikat pekerja RCTI dengan alasan perusahaan masih dalam keadaan sehat.

Serikat Pekerja RCTI lantas memperkarakan kasus itu ke Pengadilan Ketenagakerjaan, Jakarta Barat hingga berlanjut ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dan Mahkamah Agung. Pada 2003, MA memutuskan yang memenangkan karyawan.

"Tapi hingga 2007, tak ada realisasi atas putusan MA tersebut," ujar Johnson. Pada 21 Juni lalu, para mantan karyawan itu disodori rumusan kompensasi penyelesaian masalah yang akhirnya ditolak. "Yang disodorkan masih sama, makanya kami tolak. Yang kami inginkan adalah dipekerjakan kembali dan dibayar gaji termasuk cutinya," tuturnya.

Belum satu jam berlangsung, para pendemo terlibat adu jotos dengan petugas keamanan gedung karena menolak menyerahkan surat izin demo untuk difotokopi. Baku hantam yang jumlahnya tak sebanding itu membuat para pendemo lari terbirit-birit menjauhi gedung. Tinggallah Koordinator Aksi yang dikepung petugas dengan muka merah, marah-marah.