Selasa, 12 Februari 2008

Ngaku Karyawan RCTI, Tipu Rp1,25 Juta

[Okezone] - Penipuan yang mengatasnamakan perusahaan besar kembali terjadi. Kali ini, PT Telkom dan Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) yang menjadi kedok bagi penipu untuk meraih keuntungan.

Susilowati (39), warga Desa Sumberkepuh Kec Tanjunganom inilah yang menjadi korban penipuan dengan dalih memberikan hadiah itu. Ia menuturkan, tiga hari yang lalu ia mendapat telepon dari seorang yang mengaku staf PT Telkom. Dalam telepon itu, si penelepon memberikan informasi jika Susilowati mendapatkan hadiah dari PT Telkom berupa mobil Daihatsu Xenia. Si penelepon pun menyakinkan jika untuk mendapatkan hadiah ini, Susilowati sama sekali tak dibebankan biaya macam-macam.

Mendengar itu, Susilowatipun kegirangan. Apalagi, si penelepon yang diketahui seorang pria itu menyebut identitas sejumlah petinggi di stasiun televisi RCTI. Bahkan, ia juga mengatasnamakan sejumlah nama perwira polisi. ''Saya yakin, karena si penelepon ngaku dari PT Telkom dan RCTI. Saya tak mengira ini penipuan, apalagi dua perusahaan itu terbilang besar,'' ungkap Susilowati saat melapor di Polsek Tanjunganom, Selasa (12/2/2008).

Tak berselang lama, penipu ini menelepon kembali. Ia meminta agar korban memenuhi
sejumlah persyaratan dengan membeli dan mengirimkan pulsa kepada nomor yang di tentukan senilai Rp2,5 juta. Karena merasa kegirangan, korban tak juga sadar jika si penelepon adalah penipu. Permintaan itupun dituruti oleh korban seketika itu.

"Tabungan anak saya di bank saya ambil. Separuh dari permintaan penelepon itu saya turuti, dengan membelikan pulsa ke nomor ponselnya," tutur korban yang mengaku jika dihubungi penipu tersebut melalui nomor ponselnya sendiri.

Korban kembali diyakinkan si penipu dengan janji akan menjemput korban untuk melakukan syuting penerimaan hadiah secara langsung (live) di RCTI. Korbanpun kembali kegirangan, dan bahkan sempat mengambil libur sekolah anaknya untuk ikut berangkat ke Jakarta dengannya.

Namun hingga siang tadi, si penelepon tak juga menghubunginya kembali, apalagi menjemputnya. Ia baru sadar jika dirinya menjadi korban penipuan. "Janjinya siang ini, kami dijemput untuk syuting malam harinya. Tapi dia tak juga datang," tuturnya kesal.

Tak lantas begitu saja menyerah, korban sempat melakukan penjebakan terhadap si penipu tersebut. Beberapa kali ia menelepon si penipu dan berjanji akan membayar kekurangan setelah bertemu. Namun setelah beberapa kali menelepon ulang, HP si penelepon tak aktif. "Saya menyerah, padahal saya mau menjebak agar dia bisa ditangkap polisi. Saya pun melaporkan kejadian ini agar yang lain tak jadi korban sepeti saya,'' tukasnya.

Kapolsek Warujayeng AKP Pramono menjelaskan, saat ini sudah cukup marak dan banyak korban penipuan dengan kedok pemberian hadiah. Namun sayangnya, yang bersedia melapor hanya beberapa orang saja.

Ia mengharapkan agar masyarakat lebih berhati-hati dan segera melapor kepada polisi jika menjadi korban penipuan, agar petugas dapat segera mengambil tindakan. ''Jebak saja, biar kami tangkap,'' kata Pramono.

Senin, 11 Februari 2008

Di Tangan Hari Tanoe, RCTI Dipilitkan Karyawan

[Antara News] - Lima karyawan PT. Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI), Senin, mengajukan permohonan pernyataan pailit perusahaan tersebut ke Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Kelima pemohon diwakili oleh para pengacara yang tergabung dalam kantor hukum PAN & Partners.

Kelima karyawan RCTI itu adalah Anton K. Liat Ratumakin, Sonny Ginting, Decquar Juliartono, Suharmawaty, dan Yaferina.

Dalam berkas permohonan pailit, kuasa hukum yang diwakili Johnson Panjaitan, Heppy Sebayang, Febry G. S. Turnip, dan Benyamin R. D. Pandjaitan menyatakan RCTI belum membayarkan utang berupa upah para pemohon sejak 1999 hingga 2007.

"Termohon pailit mempunyai utang kepada para pemohon pailit yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih," ungkap para kuasa pemohon dalam berkas permohonan.

Secara rinci, upah kelima karyawan yang belum dibayarkan RCTI mencapai 96 gaji bulanan dan Tunjangan Hari Raya (THR), mencapai lebih dari Rp1 miliar.

Para kuasa hukum pemohon menganggap pengajuan permohonan pailit telah sesuai aturan dalam UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan) serta KUHPerdata.

Pemohon menyatakan permohonan itu sah karena diajukan oleh lebih dari dua kreditor.

Selain lima kreditor yang juga karyawan, pemohon menilai RCTI juga memiliki utang kepada TVRI terhitung Februari 2003, dan sejumlah kreditor lainnya sesuai dengan Laporan Keuangan Konsolidasi PT Media Nusantara Citra periode berakhir pada 30 September 2007.

Kemudian, pemohon juga menganggap utang RCTI kepada karyawan sudah jatuh tempo.

Menurut pemohon, utang RCTI jatuh tempo sejak adanya putusan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat (P4P) pada 10 April 2003, berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 425K/TUN/2000.

Putusan itu memerintahkan RCTI menerima kembali delapan karyawan RCTI, termasuk lima pemohon pailit, menjadi karyawan perusahaan tersebut. (*)

Sabtu, 23 Juni 2007

PBHI: RCTI dan MNC Penindas

[Media Care] - Kuasa hukum dari Serikat Pekerja ISKA-RCTI, PBHI (Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia) mengimbau calon investor dan masyarakat umum jangan terpancing untuk membeli saham yang akan ditawarkan kepada publik melalui holdingnya MNC. Ini karena belum tuntasnya perkara para karyawan RCTI yang dirumahkan sejak 8 tahun lalu oleh management RCTI.

Perkara karyawan tersebut telah dimenangkan Mahkamah Agung, namun Dirut RCTI Harry Tanoesoedibjo terang-terangan menolak putusan MA dengan memaksakan penyelesaian versinya sendiri. Kasusnya tahun 1999 RCTI mem-phk massal hampir 30 persen karyawannya, kurang lebih 200 karyawan dirumahkan. Keputusan ini langsung ditolak Serikat Pekerja ISKA-RCTI karena Stasiun RCTI dalam keadaan sehat dan terbukti tetap nomor satu, walau sampai Rabu lalu (20/6) anjlok ke peringkat tiga walau untuk 8 kota besar masih nomor dua di bawah SCTV.

Karena PHK Massal ini, karyawan memperkarakan masalah ini ke pengadilan ketenaga kerjaan Jakarta Barat berlanjut ke PT-TUN hingga Mahkamah Agung. Pada tahun
2003, MA memenangkan Karyawan yang masih bertahan 7 orang. Namun putusan MA tersebut tak bisa dieksekusi. Management RCTI menolak eksekusi pejabat Depnaker dan
bersikeras dengan kemauannya sendiri dalam perhitungan kompensasi. Putusan direkayasa dan diintepretasikan seolah-olah karyawan RCTI memilih pengunduran diri.

Pimpinan RCTI Harry Tanoesoedibyo juga selalu menolak panggilan pejabat Depnaker
termasuk upaya mediasi oleh Komisi IX DPR, juga gagal karena tak sanggup menghadirkan Pimpinan RCTI. Delapan tahun perkara ini menggantung tanpa ada penyelesaian yang tuntas dari pihak RCTI.

Mendadak pada 21 Juni 2007 karyawan dan PBHI dipanggil Hubungan Indistrial Depnaker Pusat yang mempertemukan management RCTI dan perwakilan 7 karyawan RCTI yang
dirumahkan dengan management RCTI tanpa hadirnya Harry Tanoesoedibjo. Para karyawan disodori rumusan kompensasi uang 1 milyar oleh Direktur keuangan RCTI Beti Santosa, Namun ditolak tegas para karyawan karena kasusnya sama seperti 8 tahun lalu. Lagi pula banyak hal tak jelas dalam pertemuan dengan karyawan tersebut. Pertemuan dipimpin Sugandi dari Depnaker yang mengaku bukan mediator. Karena buntu RCTI akan
menitipkan uang satu miliar tersebut kepada Depnaker.

Perlu diingat calon investor bahwa penjualan saham perdana MNC di salah satu mal di kemayoran itu adalah kebohongan terhadap publik. Karena tak ada yang antri beli, diminta antri oleh adik ipar Harry Tanoesoedibyo namanya David yang bisa memerintah manager peliputan RCTI untuk mendatangkan tim Liputan ke mal tersebut. Berita rekayasa tersebut tayang di Seputar Indonesia. Terkesan independensi berita RCTI bisa
diatur adik ipar Harry Tanoesodibjo.

Hary Tanoe Bantah Tuduhan Koalisi Semarak

[Kompas] - Direktur Utama (Dirut) Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) merangkap Dirut Media Nusantara Citra (MNC), membantah tuduhan Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Johnson Panjaitan, kuasa hukum Koalisi Semarak (Solidaritas Masyarakat untuk Karyawan) RCTI, bahwa dirinya berstatus tersangka dalam kasus perburuhan di RCTI.

"Pendek saja ya? Kasus itu terjadi tahun 1999. Saya baru menjadi Dirut RCTI tahun 2003 Sudah, itu saja," ucapnya ketika dihubungi lewat telepon selularnya, Jumat (22/6) malam.

Dalam penjelasannya kepada pers di Polda Metro Jaya, Panjaitan mengatakan, puluhan anggota Koalisi Semarak, Jumat pukul 11.00 berunjuk rasa di depan gedung Bursa Efek Jakarta (BEJ) karena menolak peluncuran perdana saham MNC. Mereka menolak karena Harry Tanoe masih dinyatakan tersangka oleh Mabes Polri dan Departemen Tenaga Kerja sejak 2006.

Status tersangka itu dikenakan setelah Harry Tanoe membangkang tidak mempekerjakan kembali tujuh orang karyawannya, sesuai keputusan Mahkamah Agung (MA). Dalam putusannya, MA menyatakan, ketujuh karyawan RCTI tersebut tidak bersalah.

Kronologi Kekerasan SGA (Security Group Artha) terhadap Aksi SOLIDARITAS MASYARAKAT UNTUK KARYAWAN (SEMARAK) RCTI dan Pengeroyokan Ketua Badan Penguru

[Infid] - Kasus ini berawal dari pemutusan hubungan kerja oleh pihak RCTI pada tahun 1999 kepada 25o orang karyawan RCTI (Sonni Ginting, Dkk), yang kemudian bersama PBHI melakukan perjuangan legal untuk membela hak-hak legal para pekerja ini. Dalam proses-proses persidangan Abdul Hakim Garuda Nusantara (Ketua Komnas HAM) adalah kuasa hukum RCTI.


Putusan MA No. 425 K/TUN/2000 Jo putusan P4P No. 628/1210/311-8/IX/PHK/04-2003,pada inti amar putusannya menyatakan menolak permohonan ijin pengusaha RCTI untuk melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap saudara Sonni Ginting, Dkk dan mewajibkannya untuk menerima kembali para pekerja untuk bekerja seperti semula.


Namun hingga saat ini RCTI tidak mematuhi putusan MA untuk mempekerjakan kembali kaum pekerja yang diPHK secara tidak sah ini dan membayar hak-hak mereka selama 8 tahun sesuai dengan Pasal 155 (2) dan Pasal 170 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan serta surat Dari Dirjen Tenaga Kerja Republik Indonesia.

Akibatnya, Direktur RCTI Hary Tanoesoedijo yang juga merupakan Direktur Utama MNC saat ini telah ditetapkan sebagai tersangka dan berkas perkarannya saat ini ada di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.

Bahwa sesuai dengan prinsip transparansi (keterbukaan) dan akuntabilitas dalam pasar modal sesuai dengan Pasal 5 ayat (n) Jo Pasal 83 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal,yang menyatakan bahwa,“melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencegah kerugian masyarakat sebagai akibat pelanggaran atas ketentuan di bidang Pasar Modal”, maka segala hal yang menyangkut masalah fakta materil perusahaan yang berpengaruh terhadap masayarakat (calon investor) harus di cantumkan dalam prosepektus sebagai pertimbangan bagi investor. Tetapi yang di munculkan di prospektus dalam Koran Seputar Indonesia tertanggal 14 Juni 2007 adalah hal-hal yang manis-manisnya saja sementara kebobrokan dan permasalahan hukum yang telah berjalan 8 tahun tidak dimunculkan.

Berdasarkan hal tersebut di atas,PT. MNC telah melanggar prinsip keterbukaan dalam Undang-Undang Pasar Modal dengan cara melakukan KEBOHONGAN PUBLIK dalam prospektus. Untuk itu menjadi penting bagi PBHI dan para pekerja RCTI yang diPHK meminta supaya masyarakat (calon investor) tidak membeli efek perusahaan yang telah melecehkan hukum dan hak asasi buruh dan menuntut supaya Bapepam membatalkan penjualan saham PT. MNC serta perusahaan yang bersangkutan didelisting di bursa efek atau paling tidak disuspend untuk sementara sampai yang bersangkutan menjalankan kewajiban hukumnya membayarkan hak-hak buruh.

21 Juni 2007, sekitar pukul 10 WIB, setelah mendengar rencana go public RCTI, PBHI bersama ISKA (Ikatan Solidaritas Karyawan) RCTI berniat melakukan aksi dan konferensi pers dan mengajak beberapa organisasi buruh, petani dan mahasiswa untuk turut bersolidaritas.

21 Juni 2007, pukul 15.30 dilangsungkan rapat teklap (teknis lapangan) dilanjutkan mengirim surat pemberitahuan kepada Kepala Polisi Daerah Metro Jaya dengan Nomor surat : 178/eks/litham-PBHI/V/07 PBHI, yang intinya memberitahukan bahwa Semarak (Solidaritas Masyarakat untuk Karyawan) RCTI akanmelakukan aksi damai di Gedung BEJ Jalan Jend. Sudirman Kav. 52-53 Jakarta Selatan 12190 pada hari Jum`at 22 Juni 2007pukul 09.00 sampai selesai. Tujuan dari dilakukan aksi damai di depan gedung BEJ adalah untuk melindungi marasyarakat (calon investor) dari kebohongan-kebohongan pihak PT. MNC dalam Prospektusnya yang dimuat dalam Koran Seputar Indonesia tanggal 14 Juni 2007

Jumat 22 Juni 2007 Pukul 10.30 massa aksi SEMARAK RCTI dengan mengendari dua bis metro mini dan beberapa sepeda motor tiba di depan gedung BEJ dan langsung membentangkan spanduk disertai dengan orasi-orasi pembukaan. Pihak keamanan dari SGA mencoba untuk menghalang-halangi aksi massa tersebut dengan mengarahkan ke belakang Gedung BEJ. Tetapi massa aksi tetap malaksanakan orasi dan teatrikal di depan Gerbang Gedung BEJ. Dilanjutkan dengan dukungan orasi dari FPPI (Front Perjuangan Pemuda Indonesia), KAM LAKSI 31 (Kesatuan Aksi Mahasiswa Laksi 31), ABM (Aliansi Buruh Mengguggat), dan lain-lain

Pukul 10.40 terjadi kesepakan antara massa aksi dengan aparat keamanan dari SGA bahwa aksi massa akan berlangsung sejam

Pukul 10.50 tiba-tiba terjadi ketegangan kembali dengan pihak SGA dan seorang berpakian preman yang mengaku dari POLDA METRO JAYA yang meminta pimpinan massa aksi untuk menunjukkan surat pemberitahuan aksi massa tersebut ke Polda dan meminta kepada massa aksi untuk berpindah ke belakang Gedung BEJ. Perwakilan massa aksi kemudian memperlihatkan surat pemberitahuan kepada Kapolda Metro Jaya bernomor: 178/eks/litham-PBHI/V/07 PBHI dan kembali mengingatkan bahwa kesepakatan pertama aksi berakhir pada pukul 11.30 kepada seorang polisi dan SGA

Pukul 11.25 tiba-tiba seseorang yang mengaku dari POLDA METRO JAYA bernama yang berpakaian safari berinisial WN berteriak-teriak; “kalian bubar atau kami yang bubarkan”, kemudian disambut oleh aparat keamanan dari SGA dengan berkata “Ayo kita bubarkan”.

SGA berlari sambil menendang, memukul, memaki (berteriak anjing!) dan menghancurkan perlengkapan teatrikal yang berupa kerangkeng. Mereka juga menendang serta menginjak-injak pemain teatrikal yang bernama Ardi (22 thn anggota KAM-LAKSI 31). Setelah itu, petugas keamanan dari SGA merangsek dan mengejar massa aksi. Sembari membawa kayu, aparat SGA mengejar massa aksi, dan selanjutnya memukul metromini peserta aksi hingga pecah kacanya. Akibat kebrutalan aparat keamanan dari SGA tersebut sejumlah massa aksi mengalami luka-luka, antara lain: Rahmat Pasau (30 thn Ketua Pimnas Front Perjuang Pemuda Indonesia/FPPI) ditendang dari belakang, Ismail (18 thn anggota Barisan Penumbang) ditendang, Lisan (16 thn anggota Barisan Penumbang) ditendang tangannya, Jamal (20 thn anggota Barisan Penumbang) ditendang dadanya. Johnson Panjaitan (Ketua PBHI) yang saat itu sedang diwawancarai di belakang barisan, kaget dan menanyakan baik-baik pada aparat. Namun, para petugas keamanan SGA langsung mengerubuti Johnson dengan didorong-dorong, memukul dan mencakar.

Selain massa aksi, beberapa wartawan juga turut merasakan kebringasan aparat. Cameraman dari Indosiar dan SCTV pun sempat marah karena ikut didorong-dorong aparat SGA saat melakukan wawancara.

Begitu serangan usai, para penyerang menghilang dengan mobil Kuda bertuliskan SGA, yang tersisa adalah seorang polisi bernama Jatari dan penanggungjawab keamanan BEJ bernama Vence Kodongan, ketika diprotes oleh Johnson, kedua petugas keamanan tersebut menyatakan tidak mengetahui kejadian tersebut.

Pukul 14. 00, Johnson Panjaitan berangkat ke Polda Metro Jaya untuk melaporkan kekerasan ini dan korban luka dibawa ke rumah sakit untuk diobati dan divisum. Pesan solidaritas untuk perjuangan ini dan pengutukan kekerasan SGA mulai berdatangan dari KPA (Konsorsium Pembaruan Agraria), FSPI (Federasi Serikat Petani Indonesia), KAU (Koalisi Anti Utang), KONTRAS (Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan), dan lain-lain.

PBHI mengutuk kekerasan ini, karena tidak saja pelanggaran hukum atas aksi damai yang sesuai prosedur hukum, juga karena penyerangan terhadap Human Rights Defender (Pembela HAM), yang memprihatinkan padahal Pelapor Khusus Para Pembela HAM PBB, Hina Jilani baru saja berkunjung ke Indonesia dan prihatin atas situasi Para Pembela HAM Indonesia yang penuh represi.

PBHI menyerukan kepada kaum buruh/pekerja Indonesia untuk memberikan dukungan terhadap para pekerja RCTI yang diPHK dan terus bersatu menuntut perubahan situasi perburuhan Indonesia menjadi baik.

Jakarta, 22 Juni 2007

Ridwan Darmawan

Staf Divisi Kajian dan Kampanye PBHI/

Koordinator Umum Aksi SEMARAK RCTI

Info Lebih Lanjut Hubungi

Johnson Panjaitan Ketua Badan Pengurus PBHI/Koordinator Tim Kuasa Hukum Ikatan Solidaritas Karyawan RCTI (Hp 081387666041)

Kantor Pusat PBHI

Perkantoran Mitra Matraman A2/18

Jl. Matraman Raya 148

Jakarta Timur 13150

Tel. (021)859 18064

Fax. (021)859 18065

Email: pbhi@cbn.net.id

Web: http//www.pbhi.or.id

Jumat, 22 Juni 2007

Hary Tanoe Didemo Mantan Karyawan RCTI

[Tempo Interaktif] - Sebanyak tigu puluhan mantan karyawan stasiun televisi RCTI siang ini melakukan aksi demo di depan gedung Bursa Efek Jakarta. Mereka menuntut untuk bertemu dengan Direktur Utama RCTI Harry Tanoesoedibjo yang sedang menghadiri acara listing perdana PT Media Nusantara Citra Tbk. di lantai bursa. Namun, keinginan itu kandas terpenuhi.

Tak pupus harapan, pendemo lantas menggelar aksi di depan pelataran halte BEJ. Papan nisan bertuliskan RCTI dengan cat merah darah diacungkan pendemo ke atas kepala. Mereka juga menampilkan beberapa aksi yang mempertontonkan kekejaman RCTI mengebiri hak-hak karyawannya.

"RCTI punya masalah secara hukum dan lalai dalam melaksanakan putusan Mahkamah Agung. Apalagi dia jadi tersangka," ujar Koordinator Aksi Johnson Panjaitan, selaku kuasa hukum Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indoneisa (PBHI).

Pendemo menuntut agar RCTI mempekerjakan kembali sekitar 155 mantan karyawan yang diputus hubungan kerja pada 1999. Ketika, papar Johnson, RCTI mem-PHK 30 persen atau 200-an karyawan. Keputusan itu ditolak serikat pekerja RCTI dengan alasan perusahaan masih dalam keadaan sehat.

Serikat Pekerja RCTI lantas memperkarakan kasus itu ke Pengadilan Ketenagakerjaan, Jakarta Barat hingga berlanjut ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dan Mahkamah Agung. Pada 2003, MA memutuskan yang memenangkan karyawan.

"Tapi hingga 2007, tak ada realisasi atas putusan MA tersebut," ujar Johnson. Pada 21 Juni lalu, para mantan karyawan itu disodori rumusan kompensasi penyelesaian masalah yang akhirnya ditolak. "Yang disodorkan masih sama, makanya kami tolak. Yang kami inginkan adalah dipekerjakan kembali dan dibayar gaji termasuk cutinya," tuturnya.

Belum satu jam berlangsung, para pendemo terlibat adu jotos dengan petugas keamanan gedung karena menolak menyerahkan surat izin demo untuk difotokopi. Baku hantam yang jumlahnya tak sebanding itu membuat para pendemo lari terbirit-birit menjauhi gedung. Tinggallah Koordinator Aksi yang dikepung petugas dengan muka merah, marah-marah.

Kamis, 23 Maret 2006

“Bom Waktu” di Sekitar Hary Tanoe

[Warta Ekonomi] - Raja Bisnis Multimedia, Hary Tanoe, terhimpit sejumlah kasus: sengketa dengan Mbak Tutut, kasus NCD milik Unibank, dan penangkapan Shadik Wahono. Semuanya tinggal menunggu waktu untuk meledak.

Senin, 23 Januari 2006 lalu, stasiun Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) genap berusia 15 tahun. Ibarat anak remaja, TPI sedang memasuki usia ABG (anak baru gede)—usia “panas-panasnya”. TPI panas? Iya, jika ditilik dari beberapa programnya yang memperoleh rating tinggi.

Namun, bukan cuma itu isu panas di TPI. Isu panas lainnya adalah pertarungan antara Siti Hardijanti Rukmana alias Mbak Tutut dengan taipan multimedia dan pemilik baru PT Bimantara Citra Tbk., Hary Tanoesoedibjo. Bimantara Citra adalah kerajaan bisnis yang didirikan Bambang Trihatmodjo, adik kandung Mbak Tutut, yang kini diambil alih Hary Tanoe. Pangkal sengketa adalah soal kepemilikan saham TPI di PT Berkah Karya Bersama (Berkah). Berkah adalah anak usaha PT Media Nusantara Citra (MNC), holding company milik Hary Tanoe. Saat ini, Berkah memiliki 75% saham TPI, sedangkan Mbak Tutut hanya menguasai 25% sisanya.

Bagaimana Berkah bisa mempunyai saham di TPI?
Mulanya dari utang Mbak Tutut senilai US$55 juta. Di sini termasuk kewajiban obligasi TPI ke PT Indosat Tbk. Mbak Tutut rupanya tak mampu membayar utangnya. Oleh karena kepepet, pada Agustus 2002 Mbak Tutut sepakat membuat perjanjian dengan Hary Tanoe, yang juga pemilik PT Bhakti Investama Tbk.

Perjanjian itu menyebutkan bahwa semua utang Mbak Tutut akan diambil alih Hary Tanoe. Lalu, perjanjian tersebut juga mencantumkan kesediaan pria kelahiran 26 September 1965 itu untuk menambah modal agar kinerja TPI kian membaik. Sebagai imbalannya, Mbak Tutut bersedia memberikan 75% sahamnya di TPI kepada Hary Tanoe melalui Berkah tadi. Selain itu, Mbak Tutut juga memberikan surat kuasa agar Berkah bisa mengendalikan penuh operasional TPI. Maka, sejak Juni 2003, TPI menjadi salah satu pilar kerajaan multimedia yang dibangun Hary Tanoe di bawah bendera MNC.

Setahun kemudian masalah mencuat. Desember 2004, putri sulung mantan presiden Soeharto ini marah besar ketika mendengar rencana MNC untuk menjual lahan TPI di kawasan Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur. Rencananya, uang hasil penjualan lahan seluas 12 hektar itu akan digunakan untuk menambah modal TPI. Bagi Mbak Tutut, rencana penjualan lahan TPI dianggap melanggar perjanjian. Di sisi lain, saat itu Hary Tanoe pun baru melunasi sebagian dari US$55 juta utang Mbak Tutut.

Sengketa pun meledak. Wanita yang selalu lembut dalam bertutur ini kemudian membatalkan perjanjian kerja samanya dengan Hary Tanoe dan sekaligus mencabut surat kuasa yang ia berikan ke Berkah. “Buat apa ada perjanjian kalau akhirnya harus menjual lahan TPI?” kata Harry Ponto, kuasa hukum Mbak Tutut, kepada Warta Ekonomi, Kamis (9/2) lalu. Sebab, kalau melunasi utang dengan cara menjual lahan TPI, Mbak Tutut pun bisa.

Namun, dirut TPI, Nyoman Suwisma, membantah rencana penjualan lahan TPI. Menurut Nyoman, yang terjadi adalah ketidakjelasan informasi. Usul penjualan lahan TPI, kata Nyoman, muncul sejak 2002. “Sebab, dari segi bisnis, untuk membuat studio dan stasiun TV sebenarnya tak perlu lahan sampai 12 hektar,” tandas Nyoman, di sela peringatan HUT ke-15 TPI. Nyoman justru heran dari mana Mbak Tutut mendengar kabar rencana penjualan lahan tersebut. Akan tetapi, ketika ditanya soal pelunasan utang Mbak Tutut oleh Berkah, Nyoman mengaku tak tahu-menahu.

TPI = “Sapi Perah” MNC?
Sebenarnya ada sengketa lain antara Mbak Tutut dan Hary Tanoe di TPI. Menurut sebuah sumber, Mbak Tutut prihatin dengan nasib TPI. Sumber yang dekat dengan Mbak Tutut itu menyebutkan bahwa pasca-”diambil alih” Berkah, TPI bak jadi “sapi perah” MNC, perusahaan induknya. Beberapa aset TPI, seperti studio, kamera, kendaraan operasional, dan peralatan lainnya, kini beralih status menjadi milik MNC. “Jadi, kini TPI harus sewa peralatan ke MNC,” ujar sumber tadi.

Tak cuma itu. Sejak bergabung dengan MNC, TPI juga mesti menayangkan iklan-iklan dari grup tersebut. “Banyak spot iklan yang ditayangkan TPI secara gratis,” ujar sumber itu lagi.

Ketika dimintai konfirmasi mengenai hal tersebut, Nyoman membantahnya. “Tak ada istilah TPI menyewa ke MNC,” katanya, pendek. Namun, soal iklan gratis, ucap Nyoman, itu hal biasa dalam sebuah grup bisnis. Itu adalah kebijakan saling sinergi yang diterapkan MNC ke semua media miliknya, termasuk dalam hal pembelian program acara, spot iklan, dan fasilitas lainnya.

Cuma, rupanya Mbak Tutut telanjur kecewa dan tetap berniat membatalkan perjanjian kerja sama dengan Hary Tanoe. Mbak Tutut rupanya tidak rela TPI dijadikan sapi perah. Apalagi, sampai dengan 2005, TPI berhasil membukukan pendapatan kotor Rp500 miliar. Sementara itu, biaya produksi TPI hanya separo dari pendapatan kotor tersebut.

Kabarnya, kini kubu Mbak Tutut dan kubu Hary Tanoe tengah gencar bernegosiasi. Cuma, negosiasi ini bakal alot karena Mbak Tutut hanya memberikan dua pilihan. Pertama, Berkah mesti membayar lunas sisa utang Mbak Tutut dan tak mengutak-atik lahan TPI di Taman Mini. Kedua, kepalang tanggung, Mbak Tutut mau melepas 25% sisa sahamnya di TPI. “Cuma, harga sahamnya pasti sangat tinggi,” kata sumber lain. Hingga kini, ujung sengketa masih belum kelihatan. Kedua belah pihak masih sangat tertutup.

Warta Ekonomi berkali-kali berusaha menghubungi Hary Tanoe, baik lewat surat, mencoba bertemu langsung, maupun melalui telepon selularnya. Namun, semuanya buntu. Hary selalu menghindar dan tak mau banyak bicara. “No comment. Hubungi pengacara saya saja,” ujarnya singkat. Salah seorang eksekutif di media milik Hary mengungkapkan bahwa bosnya sebenarnya bersedia menerima Warta Ekonomi. “Nanti akan diatur waktunya,” katanya. Dalam SMS-nya pun Hary hanya menjawab, “Tolong jangan sekarang. Nanti kalau waktunya tepat, saya akan beri tahu.” Namun, hingga tenggat penulisan, janji wawancara itu tak terealisasi.